Hukum Menolak Ajakan Hubungan Intim Dengan Suami Dan Waktu Yang Di perbolehkan Menolaknya|Bagaimana jika istri mampu untuk melayani suami, namun saat suami meminta, istri menolak untuk hubungan intim?
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke ranjang untuk berhubungan intim kemudian si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).
Kalau tekstual hadits, yang dimaksud adalah ajakan untuk hubungan intim di malam hari karena paktor pendorong untuk berhubungan intim di malam hari lebih besar.
Namun ini bukan sama sekali menunjukkan bahwa berhubungan intim di siang hari itu tidak boleh. (Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 9: 294)
Makna hadits kata Imam Nawawi adalah laknat (dari para malaikat) akan terus ada sampai terbit fajar, suami memaafkan, istri tersebut bertaubat atau ia mau melayani suaminya. (Syarh Shahih Muslim, 10: 10)
Akan tetapi, jika istri ada halangan, seperti sakit atau kepenatan, maka itu termasuk uzur dan suami harus memaklumi hal ini. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ini adalah dalil haramnya wanita enggan mendatangi ranjang jika tidak ada uzur. Termasuk haid bukanlah uzur karena suami masih bisa menikmati istri di atas kemaluannya.” (Idem)
Namun tentu saja suami harus mempertimbangkan keadaan istri (fisik dan kesehatannya), jangan bersikap ego untuk memenuhi hawa nafsu sendiri saja.
Haidl. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim dalam keadaan haidl. (Ittifaq).
• Nifas. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim dalam keadaan nifas. (Ittifaq)
• I’tikaf. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim ketika melaksanakan i’tikaf. (Ittifaq(
• Puasa ramadhan. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim ketika melaksanakan puasa ramadhan. (Ittifaq)
• Ihram. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim ketika melaksanakan ihram. (Ittifaq(
• Dzihar. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim setelah terjadinya dzihar (suami menyamakan bagian dari anggauta tubuh istri dengan ibunya) sebelum membayar kafarat. (Ittifaq(
• Istihadlah. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim dalam keadaan mengeluarkan darah istihadlah. (Hilaf(
• Suci dari haidl namun belum mandi. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim ketika suci dari haidl namun belum mandi. (Hilaf)
• Tinggal ditempat yang sedang terjadi peperangan. Maka boleh (bahkan dianjurkan) bagi seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan intim ketika berada ditempat yang sedang terjadi peperangan. (Hilaf)
Sumber: eberita
SUKAKAN ARTIKEL INI? SHARE!!
LAYARI
LIKE PAGE KAMI DI FACEBOOK @CiteHeboh
Share Artikel Ini :